Pembahasan
2.1 Lanjut Usia
Tinjauan
Lanjut usia akan dikaji tentang pengertian lanjut usia dan kebutuhan-kebutuhan
hidup orang lanjut usia.
2.1.1 Pengertian Lanjut Usia
Lanjut usia merupakan
istilah tahap akhir dari proses penuaan. Dalam mendefinisikan batasan penduduk
lanjut usia menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional ada tiga aspek
yang perlu dipertimbangkan yaitu aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial
(BKKBN 1998). Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang
mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya
daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat
menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur
dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Secara ekonomi, penduduk lanjut
usia lebih dipandang sebagai beban dari pada sebagai sumber daya. Banyak orang
beranggapan bahwa kehidupan masa tua tidak lagi memberikan banyak manfaat,
bahkan ada yang sampai beranggapan bahwa kehidupan masa tua, seringkali
dipersepsikan secara negatif sebagai beban keluarga dan masyarakat Dari aspek
sosial, penduduk lanjut usia merupakan satu kelompok social sendiri. Di
Indonesia penduduk lanjut usia menduduki kelas sosial yang tinggi yang harus
dihormati oleh warga muda. Menurut Bernice Neugarten (1968) James C. Chalhoun
(1995) masa tua adalah suatu masa dimana orang dapat merasa puas dengan
keberhasilannya.
Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia menjadi 4 yaitu : Usia pertengahan (middle
age) 45 -59 tahun, Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun, lanjut usia
tua (old) 75 – 90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90
tahun. Demikian juga batasan lanjut usia yang tercantum dalam Undang-Undang
No.4 tahun 1965 tentang pemberian bantuan penghidupan orang jompo, bahwa yang
berhak mendapatkan bantuan adalah mereka yang berusia 56 tahun ke atas. Dengan
demikian dalam undang-undang tersebut menyatakan bahwa lanjut usia adalah yang
berumur 56 tahun ke atas. Namun demikian masih terdapat perbedaan dalam
menetapkan batasan usia seseorang untuk dapat dikelompokkan ke dalam penduduk
lanjut usia. Dalam penelitan ini digunakan batasan umur 56 tahun untuk
menyatakan orang lanjut usia.
2.1.2 Kebutuhan Hidup Orang Lanjut Usia
Setiap orang memiliki
kebutuhan hidup. Orang lanjut usia juga memiliki kebutuhan hidup yang sama agar
dapat hidup sejahtera. Kebutuhan hidup orang lanjut usia antara lain kebutuhan
akan makanan bergizi seimbang, pemeriksaan kesehatan secara rutin, perumahan
yang sehat dan kondisi rumah yang tentram dan aman, kebutuhan-kebutuhan sosial
seperti bersosialisasi dengan semua orang dalam segala usia, sehingga mereka
mempunyai banyak teman yang dapat diajak berkomunikasi, membagi pengalaman,
memberikan pengarahan untuk kehidupan yang baik. Kebutuhan tersebut diperlukan
oleh lanjut usia agar dapat mandiri.
Kebutuhan tersebut
sejalan dengan pendapat Maslow dalam Koswara (1991) yang menyatakan bahwa
kebutuhan manusia meliputi (1) Kebutuhan fisik (physiological needs) adalah
kebutuhan fisik atau biologis seperti pangan, sandang, papan, seks dan
sebagainya. (2) Kebutuhan ketentraman (safety needs) adalah kebutuhan
akan rasa keamanan dan ketentraman, baik lahiriah maupun batiniah seperti
kebutuhan akan jaminan hari tua, kebebasan, kemandirian dan sebagainya (3)
Kebutuhan sosial (social needs) adalah kebutuhan untuk bermasyarakat
atau berkomunikasi dengan manusia lain melalui paguyuban, organisasi profesi,
kesenian, olah raga, kesamaan hobby dan sebagainya (4) Kebutuhan harga diri (esteem
needs) adalah kebutuhan akan harga diri untuk diakui akan keberadaannya,
dan (5) Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs) adalah
kebutuhan untuk mengungkapkan kemampuan fisik, rohani maupun
daya pikir berdasar pengalamannya
masing-masing, bersemangat untuk hidup, dan berperan dalam kehidupan.
Sejak awal kehidupan
sampai berusia lanjut setiap orang memiliki kebutuhan psikologis dasar
(Setiati,2000). Kebutuhan tersebut diantaranya orang lanjut usia membutuhkan rasa nyaman bagi
dirinya sendiri, serta rasa nyaman terhadap lingkungan yang ada. Tingkat pemenuhan
kebutuhan tersebut tergantung pada diri orang lanjut usia, keluarga dan
lingkungannya . Jika kebutuhan -kebutuhan tersebut tidak terpenuhi akan timbul
masalah-masalah dalam kehidupan orang lanjut usia yang akan menurunkan
kemandiriannya.
2.2 Faktor Kesehatan
Faktor
kesehatan meliputi keadaan fisik dan keadaan psikis lanjut usia. Faktor
kesehatan fisik meliputi kondisi fisik lanjut usia dan daya tahan fisik terhadap
serangan penyakit. Faktor kesehatan psikis meliputi penyesuaian terhadap
kondisi lanjut usia
2.2.1 Kesehatan Fisik
Faktor kesehatan
meliputi keadaan fisik dan keadaan psikis lanjut usia. Keadaan fisik merupakan
faktor utama dari kegelisahan manusia. Kekuatan fisik, pancaindera, potensi dan
kapasitas intelektual mulai menurun pada tahap-tahap tertentu ( Prasetyo,1998).
Dengan demikian orang lanjut usia harus menyesuaikan diri kembali dengan
ketidak berdayaannya. Kemunduran fisik ditandai dengan beberapa serangan
penyakit seperti gangguan pada sirkulasi darah, persendian, sistem pernafasan,
neurologik, metabolik, neoplasma dan mental. Sehingga keluhan yang sering
terjadi adalah mudah letih, mudah lupa, gangguan saluran pencernaan, saluran
kencing, fungsi indra dan menurunnya konsentrasi. Hal ini sesuai dengan
pendapat Joseph J. Gallo (1998) mengatakan untuk menkaji fisik pada orang
lanjut usia harus dipertimbangkan keberadaannya seperti menurunnya pendengaran,
penglihatan, gerakan yang terbatas, dan waktu respon yang lamban.
Pada umumnya pada masa
lanjut usia ini orang mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotorik.
Menurut Zainudin (2002) fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi
pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain yang menyebabkan reaksi dan
perilaku lanjut usia menjadi semakin lambat. Fungsi psikomotorik meliputi
hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan,
koordinasi yang berakibat bahwa lanjut usia kurang cekatan.
2.2.2 Kesehatan Psikis
Dengan menurunnya
berbagai kondisi dalam diri orang lanjut usia secara otomatis akan timbul kemunduran
kemampuan psikis. Salah satu penyebab menurunnya kesehatan psikis adalah menurunnya
pendengaran. Dengan menurunnya fungsi dan kemampuan pendengaran bagi orang
lanjut usia maka banyak dari mereka yang gagal dalam menangkap isi pembicaraan
orang lain sehingga mudah menimbulkan perasaan tersinggung, tidak dihargai dan
kurang percaya diri.
Menurunnya kondisi psikis
ditandai dengan menurunnya fungsi kognitif. Zainudin (2002).
Lebih lanjut dikatakan
dengan adanya penurunan fungsi kognitif dan psiko motorik pada diri orang
lanjut usia maka akan timbul beberapa kepribadian lanjut usia sebagai berikut :
(1) Tipe kepribadian Konstruktif, pada tipe ini tidak banyak mengalami gejolak,
tenang dan mantap sampai sangat tua (2) Tipe Kepribadian Mandiri , pada tipe
ini ada kecenderungan mengalami post power syndrom, apabila pada
masa lanjut usia tidak diisi dengan kegiatan yang memberikan otonomi pada
dirinya (3) Tipe Kepribadian Tergantung , pada tipe ini sangat dipengaruhi
kehidupan keluarga . Apabila kehidupan keluarga harmonis maka pada masa lanjut
usia tidak akan timbul gejolak. Akan tetapi jika pasangan hidup meninggal maka
pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana apalagi jika terus terbawa arus
kedukaan (4) Tipe Kepribadian Bermusuhan, pada tipe ini setelah memasuki masa
lanjut usia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya. Banyak keinginan yang
kadang-kadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi
ekonomi rusak (5) Tipe Kepribadian Kritik Diri, tipe ini umumnya terlihat
sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung
membuat susah dirinya.
2.3 Faktor Ekonomi
Pada
umumnya para lanjut usia adalah pensiunan atau mereka yang kurang produktif
lagi. Secara ekonomis keadaan lanjut usia dapat digolongkan menjadi 3 (tiga)
yaitu golongan mantap, kurang mantap dan rawan (Trimarjono, 1997). Golongan
mantap adalah para lanjut usia yang berpendidikan tinggi, sempat menikmati
kedudukan/jabatan baik. Mapan pada usia produktif, sehingga pada usia lanjut
dapat mandiri dan tidak tergantung pada pihak lain. Pada golongan kurang mantap
lanjut usia kurang berhasil mencapai kedudukan yang tinggi , tetapi sempat
mengadakan investasi pada anak-anaknya, misalnya mengantar anak-anaknya ke
jenjang pendidikan tinggi, sehingga kelak akan dibantu oleh anak-anaknya.
Sedangkan golongan rawan yaitu lanjut usia yang tidak mampu memberikan bekal
yang cukup kepada anaknya sehingga ketika purna tugas datang akan mendatangkan
kecemasan karena terancam kesejahteraan Pemenuhan kebutuhan ekonomi dapat
ditinjau dari pendapatan lanjut usia dan kesempatan kerja.
2.3.1. Pendapatan
Pendapatan orang
lanjut usia berasal dari berbagai sumber. Bagi mereka yang dulunya bekerja ,
mendapat penghasilan dari dana pensiun. Bagi lanjut usia yang sampai saat ini
bekerja mendapat penghasilan dari gaji atau upah. Selain itu sumber keuangan
yang lain adalah keuntungan, bisnis, sewa, investasi, sokongan dari pemerintah
atau swasta, atau dari anak, kawan dan keluarga.
Menurut Sedarmayanti
(2001) pekerjaan yang disertai dengan pendidikan dan keterampilan akan
mendorong kemajuan setiap usaha. Dengan kemajuan maka akan meningkatkan
pendapatan, baik pendapatan individu, kelompok maupun pendapatan Nasional.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa sumber utama kinerja yang efektif yang mempengaruhi
individu adalah kelemahan intelektual, kelemahan psikologis, kelemahan fisik .
Jadi jika lanjut usia dengan kondisi yang serba menurun bekerja sudah tidak
efektif lagi ditinjau dari proses dan hasilnya.
2.3.2 Kesempatan Kerja
Bekerja adalah suatu kegiatan
jasmani atau rohani yang menghasilkan sesuatu (Sumarjo, 1997). Bekerja sering
dikaitkan dengan penghasilan dan penghasilan sering dikaitkan dengan kebutuhan
manusia. Untuk itu agar dapat tetap hidup manusia harus bekerja. Dengan bekerja
orang akan dapat member makan dirinya dan keluarganya, dapat membeli sesuatu,
dapat memenuhi kebutuhannya yang lain Saat ini ternyata diantara lanjut usia
banyak yang tidak bekerja.
Ada beberapa kondisi
yang membatasi kesempatan kerja bagi pekerja lanjut usia ( Hurlock, 1994) : (1)
Wajib Pensiun, pemerintah dan sebagian besar industri/perusahaan mewajibkan pekerja
pada usia tertentu untuk pensiun. Mereka tidak mau lagi merekrut pekerja yang
mendekati usia wajib pensiun, karena waktu, tenaga dan biaya untuk melatih mereka
sebelum bekerja relatif mahal (2) Jika personalia perusahaan dijabat orang yang
lebih muda, maka para lanjut usia sulit mendapatkan pekerjaan (3) Sikap sosial
. Kepercayaan bahwa pekerja yang sudah tua mudah kena kecelakaan, karena kerja
lamban, perlu dilatih agar menggunakan teknik-teknik modern merupakan
penghalang utama bagi perusahaan untuk mempekerjakan orang lanjut usia (4)
Fluktuasi dalam Daur Usaha. Jika kondisi usaha suram maka lanjut usia yang
pertama kali harus diberhentikan dan kemudian digantikan orang yang lebih muda
apabila kondisi usaha sudah membaik.
2.4 Faktor Hubungan Sosial
Faktor
hubungan sosial meliputi hubungan sosial antara orang lanjut usia dengan
keluarga, teman sebaya/ usia lebih muda, dan masyarakat. Dalam hubungan ini
dikaji berbagai bentuk kegiatan yang diikuti lanjut usia dalam kehidupan
sehari-hari.
2.4.1 Sosialisasi Pada Masa Lanjut Usia
Menurut Sri
Tresnaningtyas Gulardi (1999) ada dua syarat yang harus dipenuhi bagi perilaku
yang menjurus pada pertukaran sosial : (1) Perilaku tersebut berorientasi pada
tujuan-tujuan yang hanya dapat dicapai melalui interaksi dengan orang lain (2)
Perilaku harus bertujuan untuk memperoleh sarana bagi pencapaian tujuan. Tujuan
yang hendak dicapai dapat berupa imbalan intrinsik, yaitu imbalan dari hubungan
itu sendiri, atau dapat berupa imbalan ekstrinsik, yang berfungsi sebagai alat
bagi suatu imbalan lain dan tidak merupakan imbalan bagi hubungan itu sendiri.
Jadi pada umumnya kebahagiaan dan penderitaan manusia ditentukan oleh perilaku
orang lain. Sama halnya pada tindakan manusia yang mendatangkan kesenangan
disatu pihak dan ketidak senangan di pihak lain. Lebih lanjut dikatakan oleh
Soerjono Soekamto ( 1997) bahwa interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi
apabila tidak memenuhi dua syarat, yaitu : (1) Adanya kontak sosial. Dengan
perkembangan teknologi sekarang ini kontak sosial dapat dilakukan melalui,
surat, telepon radio dan sebagainya. (2) Adanya komunikasi. Berkomunikasi
adalah suatu proses yang setiap hari dilakukan . Akan tetapi komunikasi
bukanlah suatu hal yang mudah. Sebagai contoh salah paham merupakan hasil dari
komunikasi yang tidak efektif dan sering terjadi. Berkomunikasi dengan orang
lanjut usia merupakan hal lebih sulit lagi. Hal ini disebabkan lanjut usia
memiliki ciri yang khusus dalam perkembangan usianya. Ada dua sumber utama yang
menyebabkan kesulitan berkomunikasi dengan lanjut usia, yaitu penyebab fisik
dan penyebab psikis. Penyebab fisik, pendengaran lanjut usia menjadi berkurang
sehingga orang lanjut usia sering tidak mendengarkan apa yang dibicarakan.
Secara psikis, orang lanjut usia merasa mulai kehilangan kekuasaan sehingga ia
menjadi seorang yang lebih sensitif , mudah tersinggung sehingga sering
menimbulkan kesalah pahaman. Simulasi yang bersifat simultif/merangsang lanjut
usia untuk berpikir, dan kemampuan berpikir lanjut usia akan tetap aktif dan
terarah.
2.4.2. Tradisi di Indonesia
Di Indonesia umumnya
memasuki usia lanjut tidak perlu dirisaukan. Mereka cukup aman karena anak atau
saudara-saudara yang lainnya masih merupakan jaminan yang baik bagi orang
tuanya. Anak berkewajiban menyantuni orang tua yang sudah tidak dapat mengurus
dirinya sendiri. Nilai ini masih berlaku, memang anak wajib memberikan kasih
sayangnya kepada orang tua sebagaimana mereka dapatkan ketika mereka masih
kecil.. Para usia lanjut mempunyai peranan yang menonjol sebagai seorang yang
“dituakan”, bijak dan berpengalaman, pembuat keputusan , dan kaya pengetahuan.
Mereka sering berperan sebagai model bagi generasi muda, walaupun sebetulnya
banyak diantara mereka tidak mempunyai pendidikan formal Pengalaman hidup
lanjut usia merupakan pewaris nilai-nilai sosal budaya sehingga dapat menjadi
panutan bagi kesinambungan kehidupan bermasyarakat dan berbudaya.
Walaupun sangat sulit
untuk mengukur berapa besar produktivitas budaya yang dimiliki orang lanjut
usia, tetapi produktivitas tersebut dapat dirasakan manfaatnya oleh para
generasi penerus mereka (Yasa, 1999). Salah satu produktivitas budaya yang
dimiliki lanjut usia adalah sikap suka memberi . Memberi adalah suatu bentuk
komunikasi manusia. Dengan hubungan itu manusia memberikan arti kepada dirinya,
dan juga kepada sesamanya (Sumarjo,1997). Dasar perbuatan memberi adalah cinta
kasih , perhatian, pengenalan, dan simpati terhadap sesama. Itu berarti
seseorang perduli kepada orang lain dan ingin menolong orang lain untuk
mengembangkan dirinya. Lanjut usia dapat member kepada orang lain/generasi muda
dalam wujud pengetahuan, pikiran, tenaga perbuatan, selain memberikan apa yang
dimiliki.
2.4.3 Pola Tempat Tinggal
Secara umum lanjut
usia cenderung tinggal bersama dengan anaknya yang telah menikah (Rudkin,
1993). Tingginya penduduk lanjut usia yang tinggal dengan anaknya menunjukkan
masih kuatnya norma bahwa kehidupan orang tua merupakan tanggungjawab
anak-anaknya. Survey yang dilakukan oleh Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia (LD FEUI, 1993) terhadap 400 penduduk usia 60-69 tahun,
yang terdiri dari 329 pria dan 71 wanita, menunjukkan bahwa hanya sedikit
penduduk lanjut usia yang tinggal sendiri (1,5%), diikuti oleh yang tinggal
dengan anak (3,3%), tinggal dengan menantu (5,0%), tinggal dengan suami/istri
dan anak (29,8%), tinggal dengan suami,istri dan menantu (19,5%), dan penduduk
lanjut usia yang tinggal dengan pasangannya ada 18,8%. Hasil temuan Yulmardi
(1995) juga menunjukkan bahwa masyarakat lanjut usia di Sumatera , khususnya di
pinggiran kota Jambi sebagian besar tinggal dalam keluarga luas. Menurut Rudkin
(1993) penduduk lanjut usia yang hidup sendiri secara umum memiliki tingkat
kesejahteraan yang lebih rendah disbanding dengan lanjut usia yang tinggal
dengan keluarganya.
2.4.4 Dukungan Keluarga dan Masyarakat
Sebenarnya para lansia
sangat ingin sekali tinggal ditengah-tengah keluarga dan tidak ingin berada
dipanti jompo. Mereka merasa hidup mereka sudah lengkap denganadanya anak,
cucu, dan anggota keluarga lainnya. Namun keluarga cenderung merasa direpotkan
oleh para lansia.
Hal ini terjadi jika
ada hambatan komunikasi antara lanjut usia dengan anak atau cucu dimana perbedaan
factor generasi memegang peranan Sistem pendukung lanjut usia ada tiga komponen
menurut Joseph. J Gallo ( 1998 ), yaitu jaringan-jaringan informal, system
pendukung formal dan dukungan-dukungan semiformal. Jaringan pendukung informal
meliputi keluarga dan kawan-kawan. Sistem pendukung formal meliputi tim
keamanan social setempat, program-program medikasi dan kesejahteraan sosial.
Dukungan-dukungan semiformal meliputi bantuan-bantuan dan interaksi yang
disediakan oleh organisasi lingkungan sekitar seperti perkumpulan pengajian,
gereja, atau perkumpulan warga lansia setempat. Sumber-sumber dukungan-dukungan
informal biasanya dipilih oleh lanjut usia sendiri. Seringkali berdasar pada
hubungan yang telah terjalin sekian lama. Dorongan, semangat atau bantuan dari
anggota-anggota keluarga, masyarakat, sangat dibutuhkan oleh lanjut usia.
Jenis-jenis bantuan informal, formal, dan semiformal apa sajakah yang tersedia
bagi lanjut usia yang terkait pada masa lampaunya.
2.5. Kemandirian
Ketergantungan
lanjut usia terjadi ketika mereka mengalami menurunnya fungsi luhur /pikun atau
mengidap berbagai penyakit . Ketergantungan lanjut usia yang tinggal di
perkotaan akan dibebankan kepada anak, terutama anak wanita (Herwanto 2002).
Anak wanita pada umumnya sangat diharapkan untuk dapat membantu atau merawat
mereka ketika orang sudah lanjut usia. Anak wanita sesuai dengan citra dirinya
yang memiliki sikap kelembutan, ketelatenan dan tidak adanya unsur “sungkan”
untuk minta dilayani. Tekanan terjadi apabila lanjut usia tidak memiliki anak
atau anak pergi urbanisasi ke kota . Mereka mengharapkan bantuan dari kerabat
dekat, kerabat jauh, dan kemudian yang terakhir adalah panti werdha Lanjut usia
yang mempunyai tingkat kemandirian tertinggi adalah pasangan lanjut usia yang
secara fisik kesehatannya cukup prima . Dari aspek sosial ekonomi dapat
dikatakan jika cukup memadai dalam memenuhi segala macam kebutuhan hidup, baik
lanjut usia yang memiliki anak maupun yang tidak memiliki anak.
Tingginya
tingkat kemandirian mereka diantaranya karena orang lanjut usia telah terbiasa
menyelesaikan pekerjaan di rumah tangga yang berkaitan dengan pemenuhan hayat
hidupnya. Kemandirian orang lanjut usia dapat dilihat dari kualitas kesehatan
mental. Ditinjau dari kualitas kesehatan mental, dapat dikemukakan hasil
kelompok ahli dari WHO pada tahun 1959 ( Hardywinoto :1999) yang menyatakan
bahwa mental yang sehat / mental health mempunyai cirri-ciri sebagai
berikut : (1) Dapat menyesuaikan diri dengan secara konstruktif dengan
kenyataan/realitas, walau realitas tadi buruk (2) Memperoleh kepuasan dari
perjuangannya (3) Merasa lebih puas untuk memberi daripada menerima (4) Secara
relatif bebas dari rasa tegang dan cemas (5) Berhubungan dengan orang lain
secara tolong menolong dan saling memuaskan (6) Menerima kekecewaan untuk
dipakai sebagai pelajaran untuk hari depan (7) Menjuruskan rasa permusuhan pada
penyelesaian yang kreatif dan konstruktif (8) Mempunyai daya kasih sayang yang
besar.
BAB
III
Penutup
3.1 Kesimpulan
Bahwa
orang lanjut usia itu pada umumnya mengalami penurunan kemampuannya dalam hal
fisik dan kemampuan otaknya ataupun daya ingatnya. Dalam hal ini ada beberapa
factor yang mempengaruhi hal tersebut, yaitu diantaranya : faktor kesehatan,
faktor ekonomi, faktor hubungan sosial, dan kemandirian. Orang lansia
beranggapan hidunya sudah lengkap bila berada diantara keluarganya dan ada yang
mengurusinya. Namun ada beberapa diantarnya yang lebih menganggap merepotakan
anak-anak atau keluarga yang lainnya, sehingga dititipkan dip anti wreda/jompo.
3.2 Saran
Masalah
lansia dapat disepelekan begitu saja, namun harus terprogram dan ditangani
dengan baik. Oleh karena itu, program kesejahteraan lansia yang telah dilakukan
oleh berbagai institusi perlu terus dilaksanakan. Hendaknya pemerintah daerah
memasukkkan program ini kesejahteraan lansia ke rencana pembangunan SDM.
Selanjutnya perlu adanya penyuluhan agar masyarakat tetap dapat merawat,
menghormati lansia.
0 komentar:
Posting Komentar