TEORI
PERUBAHAN SOSIAL
1. Pengertian
Perubahan
sosial adalah suatu bentuk peradaban umat manusia akibat adanya eskalasi
perubahan alam, biologis, fisik yang terjadi sepanjang kehidupan manusia.
2.
Proses perubahan sosial
Menurut
Roy Bhaskar (1984), perubahan sosial biasanya terjadi secara wajar (natural), gradual, bertahap serta tidak
pernah terjadi secara radikal atau revolusioner. Proses perubahan sosial
meliputi :
a.
Proses
reproduction, adalah mengulang-ulang, menghasilkan
kembali segala hal yang diterima sebagai warisan budaya yang kita miliki.
Warisan budaya dalam kehidupan keseharian meliputi ; material (kebendaan,
teknologi) dan immaterial (non benda, adat, norma, dan lain-lain)
b.
Proses
transpormation, adalah suatu proses penciptaan hal yang
baru yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi, yang berubah adalah
aspek budaya yang sifatnya material, sedangkan yang sifatnya norma dan nilai
sulit sekali diadakan perubahan (bahkan ada kecenderungan untuk dipertahankan).
Contohnya orang Jawa, memakai pakaian dengan stelan dasi dan jas, tetapi nilai
kehidupannya tetap Wonogiri. Hal ini menunjukkan bahwa budaya yang tampak
(material) lebih mudah diubah, tetapi sikap hidup adalah menyangkut nilai-nilai
yang sikar untuk dibentuk kembali.
3.
Teori perubahan sosial menurut ahli
a.
Karl Marx
Menurut
teori ini, konflik berasal dari pertentangan kelas antara kelompok tertindas
dan kelompok penguasa sehingga akan mengarah pada perubahan sosial. Teori ini
berpedoman pada pemikiran Karl Marx yang menyebutkan bahwa konflik kelas sosial
merupakan sumber yang paling penting dan berpengaruh dalam semua perubahan
sosial.
Ralf
Dahrendorf berpendapat bahwa semua perubahan sosial merupakan hasil dari
konflik kelas di masyarakat. la yakin bahwa konflik dan pertentangan selalu ada
dalam setiap bagian masyarakat. Menurut pandangannya, prinsip dasar teori
konflik yaitu konflik sosial dan perubahan sosial selalu melekat dalam struktur
masyarakat.
b.
Max Weber
Pada
dasarnya melihat perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat adalah akibat
dari pergeseran nilai yang dijadikan orientasi kehidupan masyarakat. Dalam hal
ini dicontohkan masyarakat Eropa yang sekian lama terbelenggu oleh nilai
Katolikisme Ortodoks, kemudian berkembang pesat kehidupan sosial ekonominya
atas dorongan dari nilai Protestanisme yang dirasakan lebih rasional dan lebih
sesuai dengan tuntutan kehidupan modern.
c.
Emile Durkheim
Melihat
perubahan sosial terjadi sebagai hasil dari faktor-faktor ekologis dan
demografis, yang mengubah kehidupan masyarakat dari kondisi tradisional yang
diikat solidaritas mekanistik, ke dalam kondisi masyarakat modern yang diikat
oleh solidaritas organistik.
4.
Faktor-faktor penyebab perubahan sosial
Ada
beberapa faktor yang menyebabkan perubahan sosial dalam dua golongan besar
yaitu sebagai berikut :
a.
Faktor internal
1) Bertambahnya
atau berkembangnya penduduk
Pertumbuhan jumlah penduduk yang
cepat dapat menyebabkan perubahan dalam struktur masyarakat seperti munculnya
kelas sosial yang baru dan profesi yang baru.
Berkurangnya penduduk mungkin
disebabkan karena berpindahnya penduduk dari desa ke kota atau dari daerah ke
daerah lain (transmigrasi).
2) Adanya
penemuan baru
Pada setiap masyarakat selalu ada
sejumlah individu yang sadar akan kekurangan kebudayaan masyarakatnya. Mereka
terdorong untuk memperbaiki dan menyempurnakannya melalui penemuan baru.
3) Pertentangan konflik masyarakat
Pada masyarakat yang heterogen dan
dinamis, pertentangan-pertentangan mungkin saja terjadi antara individu dan
kelompok-kelompok tertentu.
Pada masyarakat Batak dengan sistem
patrilineal murni, terdapat adat istiadat bahwa apabila suami meninggal,
keturunannya berada di bawah kekuasaan keluarga almarhum. Dengan terjadinya
proses individualisasi terutama pada orang-orang Batak yang pergi merantau,
maka terjadi penyimpangan. Anak-anak tetap tinggal bersama ibunya, walaupun
hubungan antara si ibu dengan keluarga almarhum suaminya telah terputus karena
suaminya telah meninggal. Perubahan tersebut telah membawa perubahan besar pada
keluarga batih dan kedudukan wanita, yang selama ini dianggap tidak mempunyai
hak apa-apa jika dibandingkan dengan laki-laki.
4) Terjadinya
Pemberontakan atau Revolusi
Perubahan yang terjadi secara cepat
dan mendasar yang dilakukan oleh individu atau kelompok akan berpengaruh besar
pada struktur masyarakat.
Biasanya hal ini diakibatkan karena adanya kebijaksanaan atau ide-ide yang berbeda. Misalnya, Revolusi Rusia (Oktober 1917) yang mampu menggulingkan pemerintahan kekaisaran dan mengubahnya menjadi system diktator proletariat yang dilandaskan pada doktrin Marxis. Revolusi tersebut menyebabkan perubahan yang mendasar, baik dari tatanan Negara hingga tatanan dalam keluarga.
5) Ideologi
Ideologi bisa diartikan sebagai
seperangkat kepercayaan, nilai, dan norma yang saling berhubungan yang dapat
mengarahkan pada tujuan tertentu.
b.
Faktor
Eksternal
1) Lingkungan
Alam Fisik yang Ada di Sekitar Manusia
Penyebab perubahan yang bersumber
dari lingkungan alam fisik kadang kala disebabkan oleh masyarakat itu sendiri.
Misalnya, terjadinya bencana alam, seperti banjir, longsor, atau gempa bumi.
2) Peperangan
Peperangan antara satu negara dan
negara lain bisa menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan, baik pada lembaga
kemasyarakatan maupun struktur masyarakatnya. Biasanya dalam perang, negara yang menang akan memaksakan
kebudayaannya pada negara yang kalah. Contohnya negara-negara yang kalah pada
Perang Dunia Kedua mengalami perubahan dalam lembaga kemasyarakatannya.
3) Pengaruh
Kebudayaan Masyarakat Lain
Di zaman yang semakin terbuka, tidak
ada negara atau masyarakat yang menutup dirinya dari interaksi dengan bangsa
atau masyarakat lain. Interaksi yang dilakukan antara dua masyarakat atau
bangsa mempunyai kecenderungan untuk menimbulkan pengaruh timbal balik. Apabila salah satu dari kebudayaan
yang bertemu mempunyai taraf teknologi yang lebih tinggi maka yang terjadi
ialah proses imitasi, yaitu peniruan terhadap unsur-unsur kebudayaan lain.
Mula-mula unsur kebudayaan tersebut ditambahkan pada kebudayaan asli, yang
lambat laun unsur-unsur kebudayaan asli akan dirubah dan diganti dengan
unsur-unsur kebudayaan asing tersebut.
5.
Faktor-Faktor yang mempengaruhi jalannya
proses perubahan
Adapun
faktor-faktor yang mendorong jalannya proses perubahan adalah sebagai berikut :
a. kontak dengan kebudayaan lain
b. sistem pendidikan yang maju
c. sikap mengahargai hasil karya seseorang dan
keinginan-keinginan untuk maju
d. toleransi terhadap perbuatan-perbuatan menyimpang
e. sistem lapisan masyarakat yang terbuka
f. penduduk yang heterogen
g. ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang
kehidupan tertentu
h. orientasi ke muka
i.
nilai
meningkatkan taraf hidup
demikian
pula faktor-faktor penghambat terjadinya perubahan sebagai berikut :
a. kurangnya
hubungan-hubungan dengan masyarakat lain.
Hal ini biasanya terjadi dalam suatu masyarakat yang kehidupannya terasing, yang membawa akibat suatu masyarakat tidak akan mengetahui terjadinya perkenmbangan-perkembangan yang
ada pada masyarakat yang lainnya. Jadi masyarakat tersebut tidak mendapa kan bahan perbandingan yang lebih baik untuk dapa tdibandingkan dengan pola-pola yang telah ada pada masyarakat tersebut.
b. Perkembangan
ilmu pengetahuan yang terlambat
Terlambatnya ilmu pengetahuan dapat diakibatkan karena suatu masyarakat tersebut hidup dalam keterasingan dan dapat pula karena ditindas oleh masyarakat lain.
c.
Sikap masyarakat
yang tradisional
Adanya suatu sikap yang membanggakan dan mempertahankan tradisi-tradisi lama dari suatu masyarakat akan berpengaruh pada terjadinya proses perubahan. Karena adanya anggapan bahwa perubahan yang akan terjadi belum tentu lebih baik dari yang sudah ada.
d. Adanya
kepentingan-kepentingan yang telah tertanam dengan kuat atau vested interest
Organisasi social yang telah mengenal system lapisan dapat dipastikan akan ada sekelompok individu yang memanfaatkan kedudukan dalam proses perubahan tersebut. Contoh, dalam masyarakat feudal dan juga pada masyarakat yang sedang mengalami transisi. Pada masyarakat yang mengalami transisi, tentunya ada golongan-golongan dalam masyarakat yang dianggap sebagai pelopor proses transisi. Karena selalu mengidentifikasi diri dengan usaha-usaha dan jasa-jasanya, sulit bagi mereka untuk melepaskan kedudukannya di dalam suatu proses perubahan.
e. Rasa
takut akan terjadinya kegoyahan pada integrasi budaya
Adanya
perasaan takut akan terjadi kerusakan pada kebudayaan mereka, ketika kebudayaan
mereka terintegrasi kebudayaan lain.
f. Prasangka
terhadap hal-hal yang baru/asing
Anggapan seperti ini biasanya terjadi pada masyarakat yang pernah mengalami hal yang pahit dari suatu masyarakat yang lain. Jadi bila hal-hal yang baru dan berasal dari masyarakat-masyarakat yang pernah membuat suatu masyarakat tersebut menderita, maka masyarakat itu akan memiliki prasangka buruk terhadap hal yang baru tersebut.Karena adanya kekhawatiran kalau hal yang baru tersebut diikuti dapat menimbulkan kepahitan atau penderitaan lagi.
g. Hambatan
ideologis
Hambatan ini biasanya terjadi pada adanya usaha-usaha untuk merubah unsur-unsur kebudayaan rohaniah. Karena akan diartikan sebagai usaha yang
bertentangan dengan ideology masyarakat
yang telah menjadi dasar yang kokoh bagi masyarakat tersebut.
h.
Kebiasaan
Biasanya pola perilaku yang sudah menjadi adat bagi suatu masyarakat akan selalu dipatuhi dan dijalankan dengan baik. Dan apabila pola perilaku yang sudah menjadi adat tersebut sudah tidak dapat lagi digunakan, maka akan sulit untuk merubahnya, karena masyarakat tersebut akan mempertahankan alat, yang dianggapnya telah membawa sesuatu yang baik bagi pendahulu-pendahulunya.
6.
Bentuk-bentuk perubahan sosial
Dilihat dari
segi bentuk-bentuk kejadiannya, maka perubahan sosial dapat dibahas dalam tiga
dimensi atau bentuk, yaitu: Perubahan sosial menurut kecepatan prosesnya, ada
yang berlangsung lambat (evolusi) dan ada yang cepat (revolusi). Perubahan
sosial menurut skala atau besar pengaruhnya terhadap kehidupan masyarakat
secara keseluruhan, ada yang pengaruhnya luas dan dalam, serta ada yang
pengaruhnya relatif kecil terhadap kehidupan masyarakat. Yang ketiga, adalah
perubahan sosial menurut proses terjadinya, ada yang direncanakan (planned)
atau dikehendaki, serta ada yang tidak direncanakan (unplanned).
Menurut
kecepatan prosesnya, perubahan sosial dapat terjadi setelah melalui proses perkembangan
masyarakat yang panjang dan lama, atau disebut juga dengan proses evolusi.
Tetapi ada juga perubahan sosial yang berlangsung begitu cepat yang disebut
revolusi.
Adapun
menurut skala pengaruhnya terhadap kehidupan masyarakat, ada perubahan sosial
yang terjadi dan sekaligus memberikan pengaruh yang luas dan dalam terhadap
kehidupan masyarakat secara keseluruhan. Namun sebaliknya ada pula perubahan
sosial yang berskala kecil dalam arti pengaruhnya terhadap kehidupan masyarakat
secara keseluruhan relatif kecil dan terbatas.
Sementara
itu menurut proses terjadinya, ada perubahan sosial yang memang dari semula
direncanakan atau dikehendaki. Misalnya dalam bentuk program-program
pembangunan sosial. Namun ada pula yang tidak dikehendaki terjadinya atau tidak
direncanakan.
TEORI MODERNISASI
Pendekatan modernisasi yang dipelopori oleh Wilbert
More, Marion Levy, dan Neil Smelser, pada dasarnya merupakan pengembangan dari
pikiranpikiran Talcott Parsons, dengan menitikberatkan pandangannya pada
kemajuan teknologi yang mendorong modernisasi dan industrialisasi dalam
pembangunan ekonomi masyarakat. Hal ini mendorong terjadinya
perubahan-perubahan yang besar dan nyata dalam berbagai aspek kehidupan
masyarakat termasuk perubahan dalam organisasi atau kelembagaan masyarakat.
Kecenderungan terjadinya perubahan-perubahan sosial merupakan gejala yang wajar
yang timbul dari pergaulan hidup manusia di dalam masyarakat.
Perubahan-perubahan sosial akan terus berlangsung sepanjang masih terjadi
interaksi antarmanusia dan antarmasyarakat. Perubahan sosial terjadi karena
adanya perubahan dalam unsur-unsur yang mempertahankan keseimbangan masyarakat,
seperti perubahan dalam unsurunsur geografis, biologis, ekonomis, dan
kebudayaan. Perubahan-perubahan tersebut dilakukan untuk menyesuaikan dengan
perkembangan zaman yang dinamis. Adapun teori-teori yang menjelaskan mengenai
perubahan sosial adalah sebagai berikut.
A.
Teori Modernisasi ( Neil Smelser)
Neil Smelser
menggunakan dimensi-dimensi kompleksitas dan diferensiasi untuk membedakan
antara masyarakat tradisional dan masyarakat modern. Suatu masyarakat maju
serta struktur budaya yang kompleks dan terdiferensiasi, serta proses
diferensiasi yang menciptakan suatu pola dan urutan-urutan. Smelser telah
mengembangkan pendekatan sistemnya yang ada di dalam kerangka teori aksi secara
umum yang mencakup analisis fungsional sistem sosial dengan unit-unit dasarnya.
Neil Smelser
juga dengan teori diferensiasi strukturalnya. Smelser beranggapan dengan proses
modernisasi, ketidakteraturan struktur masyarakat yang menjalankan berbagai
berbagai fungsi sekaligus akan dibagi dalam substruktur untuk menjalankan satu
fungsi yang lebih khusus.
Neil Smelser
melukiskan modernisasi sebagai transisi multidimensional yang meliputi enam
bidang. Modernisasi di bidang ekonomi berarti: (a) mengakarnya teknologi dalam
ilmu pengetahuan; (b) bergerak dari pertanian substensi ke pertanian komersial;
(c) penggantian tenaga binatang dan manusia oleh energy benda mati dan produksi
mesin; (d) berkembangnya bentuk pemukiman urban dan konsentrasi tenaga kerja di
tempat tertentu. Di bidang politik ditandai dengan transisi dari kekuasaan suku
ke sistem hak pilih, perwakilan, partai politik, dan kekuasaan demokratis. Di
bidang pendidikan modernisasi meliputi penurunan angka buta huruf dan
peningkatan perhatian pada ilmu pengetahuan, keterampilan, dan kecakapan. Di
bidang agama ditandai oleh sekulerisasi. Di bidang kehidupan keluarga ditandai
oleh berkurangnya peran ikatan kekeluargaan dan makin besarnya spesialisasi
fungsional keluarga. Di bidang stratifikasi sosial, moderisasi berarti
penekanan pada mobilitas dan prestasi individual ketimbang prestatsi yang
dimiliki (Stompka, 2008).
B.
Teori Modernisasi ( Marion Levy, Jr )
Marion Levy,
Jr telah
menyajikan suatu pendekatan holistik terhadap modernisasi yang mendekati
keseluruhan hal yang berhubungan dengan struktur dan prasyarat fungsional yang
membedakan antar masyarakat yang relatif modern dan masyarakat yang relatif
belum modern.
Levy
membedakan antara struktur-struktur masyarakat yang relatif modern dan
masyarakat yang non modern dilihat dari enam atribut sistematik :
1.
Spesialisasi
unit-unit
2.
Swasembada
unit
3.
Etika Universalitik
4.
Kombinasi
Sentralisasi dan desentralisasi
5.
Aspek-aspek
hubungan
6.
Media
pertukaran dan pasar yang terpusat
Marion Levi
memiliki 4 kriteria yang harus dipenuhi agar sekumpulan manusia bisa dikatakan
atau disebut masyarakat:
1.
Ada sistem tindakan utama
2.
Saling setia pada sistem tindakan utama
3.
Mampu bertahan lebih dari masa hidup seorang anggota
4.
Sebagian atau seluruh anggota baru didapat dari
kelahiran atau reproduksi manusia
C. Teori Modernisasi ( Wibert Moore )
Wilbert Moore mendefinisikan modernisasi sebagai transformasi total
masyarakat tradisional atau pra-modern ke tipe masyarakat teknologi dan
organisasi sosial yang menyerupai kemajuan dunia barat yang ekonominya makmur
dan situasi politiknya stabil. Menurut Moore
(2000), perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan budaya.
Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagian, yang meliputi kesenian, ilmu
pengetahuan, teknologi, filsafat dan lainnya. Akan tetapi perubahan tersebut
tidak mempengaruhi organisasi sosial masyarakatnya.
Wilbert Moore dan Kingsley Davis ,
Perubahan-perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan-perubahan kebudyaan.
Kerubahan-perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagian kebudayaan, termasuk
di dalamnya kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, dan segala wujud budaya.
Misalnya, Kingsley Davis mengemukakan perubahan kogat bahasa yang terjadi pada
bahasa-bahasa orang Aria setelah terjadi terpisah dari induknya.
Perubahan-perubahan tersebut tidak memngaruhi organisasi sosial dari
masyarakat-masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut. Perubahan-perubahan
tersebut lebih merupakan perubahan kebudayaan daripada perubahan
sosial.Perubahan-perubahan dalam kebudayaan memiliki ruang lingkup yang lebih
luas. Sudah tentu, ada unsur-unsur kebudayaan yang dapat dipisahkan dari
masyarakat, tetapi perubahan dalam kebudayaan tidak perlu memengaruhi sistem
sosial.
Di dalam proses modernisasi tercakup suatu
transformasi total dari kehidupan bersama yang tradisional atau pramodern dalam
artian teknologi serta organisasi sosial ke arah pola-pola ekonomis dan politis
yang menjadi ciri negara-negara barat yang stabil.
Syarat-syarat modernisasi
a.
cara berikir yang ilmiah
b.
sistem administrasi negara yang baik
c.
adanya sistem pengumpulan data yang baik dan teratur
d.
penciptaan iklim yang favorable dari masyarakat
e.
tingkat organisasi yang tinggi
f.
sentralisasi wewenang dalam pelaksanaan social
plannin
TEORI DEPENDENSI (KETERGANTUNGAN)
a. Dasar Teori
Teori
dependensi menolak premis dan asumsi-asumsi yang diajukan oleh teori
modernisasi. Teori dependensi dilandasi oleh strukturalisme yang beranggapan
bahwa kemiskinan yang terdapat di negara-negara Dunia Ketiga yang mengkhususkan
diri pada produksi pertanian adalah akibat dari struktur perekonomian dunia
yang bersifat eksploitatif, dimana yang kuat (Raul Prebisch: Negara Pusat)
melakukan eksploitasi terhadap yang lemah (negara-negara Pinggiran). Maka,
surplus dari negara-negara Dunia Ketiga (negara pinggiran) beralih
kenegara-negara industri maju (negara Pusat).
Teori
struktural sendiri berpangkal pada filsafat materialisme Marx, namun sekaligus
teori ketergantungan membantah tesis Marx yang menyatakan bahwa kapitalisme
akan menjadi cara produksi tunggal, dan menciptakan proses maupun struktur
masyarakat yang sama disemua negara yang ada didunia ini. Prebisch yang
pemikirannya dilanjutkan oleh Baran, berpendapat bahwa kapitalisme yang
berkembang di negara-negara yang menjadi morban imperialisme, tidak sama dengan
perkembangan kapitalisme dari negara-negara kapitalisme yang menyentuhnya.
Kapitalisme di negara-negara pinggiran merupakan kapitalisme yang sakit, yang
sulit berkembang dan memiliki dinamika yang berlainan. Oleh karena itu, perlu
dipelajari secara terpisah sebagai sesuatu yang unik, jika hanya menerapkan
konsep-konsep dan teori-teori yang berlaku di negara-negara kapitalis pusat,
tidak akan pernah diperoleh pemahaman yang benar tentang dinamika dan proses
kapitalisme pinggiran.
b. Ciri Pokok:
- Yang menjadi hambatan dari pembangunan bukanlah ketiadaan modal, melainkan pembagian kerja internasional yang terjadi. Dengan demikian, faktor-faktor yang menyebabkan keterbelakangan merupakan faktor eksternal;
- Pembagian kerja internasional ini diuraikan menjadi hubungan antara dua kawasan, yakni pusat dan pinggiran. Terjadi pengalihan surplus dari negara pinggiran ke pusat.
- Akibat pengalihan surplus ini, negara-negara pinggiran kehilangan sumber utamanya yang dibutuhkan untuk membangun negerinya. Surplus ini dipindahkan ke negara-negara pusat. Maka, pembangunan dan keterbelakangan merupakan dua aspek dari sebuah proses global yang sama. Proses global ini adalah proses kapitalisme dunia. Dikawasan yang satu, proses itu melahirkan pembangunan, dikawasan lainnya keterbelakangan.
- Sebagai terapinya, Teori ketergantungan menganjurkan pemutusan hubungan dengan kapitalisme dunia, dan mulai mengarahkan dirinya pada pembangunan yang mandiri. Untuk ini, dibutuhkan sebuah perubahan politik yang revolusioner, yang bisa melakukan perubahan politik yang radikal. Setelah faktor eksternal ini disingkirkan, diperkirakan pembangunan akan terjadi melalui proses alamiah yang memang ada di dalam masyarakat negara pinggiran.
CIRI-CIRI MASYARAKAT TRADISIONAL, TRANSISI
DAN MODERN
Pada kegiatan belajar ini diuraikan tiga karakteristik masyarakat, yakni
masyarakat tradisional, transisi, dan masyarakat modem. Perbedaan karakteristik
ini dikaji melalui empat aspek utama, yakni aspek ekonomi, sosial, budaya dan
aspek politik. Pada setiap klasifikasi masyarakat tersebut, memiliki perbedaan
satu sama lain. Sebagai misal, dari aspek ekonomi, pada masyarakat yang
tradisional, lebih banyak masyarakatnya yang aktif dalam kegiatan ekonomi
terserap pada kegiatan pertanian agraris, sedangkan pada masyarakat transisi,
telah kelihatan adanya pergeseran tenaga kerja dari pertanian, dan mulai masuk
ke sektor industri. Pada masyarakat modern, sebagian besar tenaga kerja yang
ada lebih banyak terserap ke sektor lainnya (terutama ke sektor jasa).
Karakteristik dari aspek sosial, antara lain ditandai dengan tingkat
pendidikan yang rendah pada masyarakat tradisional, dan sebaliknya pendidikan
yang tinggi pada masyarakat modern. Sedangkan aspek yang berkaitan dengan
budaya, antara lain diwarnai adanya sifat yang tertutup dari ide-ide
pembaharuan pada masyarakat tradisional, sedangkan pada masyarakat modern
adalah sebaliknya, yakni menerima ide pembaharuan tersebut dengan daya kritis
yang tinggi. Masyarakat transisi, dapat dipahami dengan pengertian bahwa semua
karakteristik masyarakat tersebut, berada antara masyarakat tradisional dan
masyarakat modern, menurut empat aspek utama tersebut.
1.
Sikap Masyarakat dan Proses Modernisasi
Salah satu
masalah yang mempengaruhi proses modernisasi adalah sikap hidup masyarakat.
Sikap hidup masyarakat terutama pada masyarakat tradisional, banyak dipengaruhi
oleh faktor adat istiadat dan kebiasaan beragama. Selain itu, hambatan lainnya
karena masih adanya sikap hidup konsumtif yang tidak/kurang rasional. Meskipun
demikian, tingkah laku dan sikap hidup masyarakat dapat berubah menurut
perkembangan waktu dan keadaan akibat dari berbagai pengaruh ekstern. Akan
tetapi, kalau hal itu berjalan dengan sendirinya, maka perkembangan dan
perubahan ke arah yang positif hanya akan berlangsung lambat.
Hal ini pada
satu pihak adalah berkaitan dengan perkembangan tingkat hidup, ilmu pengetahuan
dan daya absorsi dari masyarakat sendiri. Pada lain pihak peningkatannya dapat
dilakukan dengan cara perluasan komunikasi pada masyarakat melalui berbagai
media massa serta penyuluhan dan bimbingan secara langsung.
Dalam
hubungan dengan penyebaran ide-ide bare dan inovasi kepada masyarakat serta
menanamkan sikap hidup yang development-oriented di kalangan masyarakat, maka
segala aparat dan daya yang mungkin digunakan agar dimanfaatkan dengan
sebaik-baiknya. Dalam hal ini selain melalui media massa serta
penyuluhan/bimbingan tersebut, disamping unsur-unsur tenaga kepemimpinan dari
kalangan pemerintah, perlu manfaatkan tenaga-tenaga teknokrat dan para pemuka
berpengaruh yang berasal dari kalangan masyarakat sendiri. Oleh karena
perubahan sikap hidup masyarakat itu ke arah modemisasi adalah sukar untuk
tercipta secara cepat dan sekaligus, maka seyogyanyalah unsur-unsur
kepemimpinan dan tenaga-tenaga penyuluh pada masyarakat itu perlu bersifat
tabah, tekun, kreatif dan berjiwa dharma (mission) dalam menciptakan
modernisasi bagi kehidupan masyarakat.
2.
Sikap Golongan-golongan Masyarakat Terhadap
Pembaharuan
Dalam proses
pembaharuan diperlukan adanya kerjasama antara beberapa golongan elit dalam
masyarakat. Golongan elit ini terdiri atas: Pertama, elit politik yaitu mereka
yang termasuk dalam kelompok yang mengesahkan kehendak politik bangsa. Kedua,
elit administratif, yaitu kelompok yang tugasnya untuk menterjemahkan
keinginan-keinginan politik, dan dapat pula memberikan input di dalam perumusan
kehendak politik. Ketiga, elit cendekiawan, yaitu kelompok pemikir yang
diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap usaha pembaharuan.
Keempat, elit bisnis, yaitu kelompok usahawan yang mempunyai modal dan dapat
mendukung proses pembaharuan. Kelima, elit militer, yaitu kelompok yang
peranannya secara lebih efektif terlihat dalam pemberian otoritas pelaksanaan
kebijaksanaan atau program, serta stabilitas dan kontinuitas usaha pembaharuan.
Namun sering kali kurang respektif dan kurang terbuka. Keenam, informed
observer, yaitu kelompok yang tugas sehari-harinya menjadi penyalur informasi
dan pembentuk pendapat masyarakat.
Selain
golongan-golongan elit tersebut terdapat tiga golongan besar dalam masyarakat
luas. Pertama, golongan tradisionalis, yaitu golongan yang karena pandangan,
nilai-nilai atau kepentingan tertentu, enggan menerima pembaharuan. Kedua,
golongan modernis, yaitu mereka yang berorientasi kepada masa depan, bersedia
menerima unsur-unsur kultural dari luar yang dianggap sesuai dan mendorong
usaha pembaharuan. Ketiga, golongan ambivalen, yaitu mereka yang hanya
mengikuti arus, dan pada hakekatnya enggan terhadap perubahan-perubahan karena
selalu mengandung risiko.
0 komentar:
Posting Komentar