![]() |
Buku Wardiman Djojonegoro |
Mungkin
cerita ini saya mulai dari salah satu ruang sempit yang ada disalah satu sudut
Kota Bandung, ya mungkin supaya agak didramatisir begitu... Benar, kostan saya
yang ada di Gegerkalong Kota Bandung. Sebagai mahasiswa tingkat akhir yang
berharap segera menyesaikan studinya, namun masih memiliki tanggung jawab
akademik yang harus diselesaikan apabila ingin wisuda. Salah satu syaratnya
adalah, harus menjadi pemakalah pada seminar Internasional dan telah menulis
jurnal yang harus terbit. Mulailah pada malam hari saya mencari informasi
tentang beberapa kegiatan-kegiatan kampus yang akan mengadakan seminar atau conference dalam waktu dekat ini. Pilihan
saya jatuh kepada dua pamflet yang memberikan pengumuman bahwa akan mengadakan
seminar intenasional dan seminar yang memuat jurnal. Pertama, di salah satu
kampus di Ponorogo dan kedua di salah satu kampus di Malang. Mengapa saya
memilih kampus tersebut, selain karena posisi mereka yang sama-sama di Jawa
Timur dan biaya dalam mengikuti kegiatan tersebut masih terjangkau untuk kelas
mahasiswa seperti saya. Bahkan untuk mengikuti seminar nasional dan terbit
jurnal, itu gratis! Namun harus mengirimkan tulisan paper dan diseleksi
sehingga bisa ikut dengan gratis.
Selama
kurang lebih dua minggu saya mempersiapkan paper
untuk bisa ikut pada kegiatan tersebut. Papar yang saya akan bahas itu
tidak jauh dari keilmuan saya atau kuliah yang sedang saya tempuh saat ini di
Universitas Pendidikan Indonesia. Sebenarnya dulu saya pernah membuat paper
pada saat mata kuliah dan telah dibimbing oleh salah satu dosen di kampus,
sehingga saya tidak begitu kesulitan dalam membuat paper dalam waktu singkat.
Ya singkat cerita, kedua paper tersebut selesai hanya dalam waktu dua minggu
setelah mengetahui pamflet seminar tersebut. Sebenarnya sih bisa saya
menyelesaikannya dalam waktu lebih singkat, namun karena kesibukan saya menemui
dosen pembimbing dan dosen pembimbing akademik (maklum, mahasiswa tingkat
akhir) ditambah lagi rada-rada malas sedikit, sehingga kurang lebih dua minggu
baru bisa selesai. Seperti yang telah saya sebutkan sebelumnya, tidak banyak
mengalami masalah dalam penulisan paper, namun yang menjadi masalah adalah
ketika mengubah dari Bahasa Indonesia menjadi Bahasa Inggris. Hal ini mungkin
karena Bahasa Inggris saya pas-pasan. Namun
dengan telaten dan dibantu dengan salah satu situs di internet yang memiliki
kemampuan untuk menterjemahkan secara langsung, akhirnya saya menyelesaikan full paper dalam Bahasa Inggris. Setelah
semua siap, akhirnya saya kirimkan full paper ke panitia penyelenggara yang ada
di Ponorogo dan di Malang.
Setelah
mendapat balasan dari Universitas Muhammadiyah Ponorogo, bahwa paper saya
diterima dan harap mempersiapkan diri. Akirnya saya bersiap-siap mencari tiket
kereta dengan harga yang paling murah. Sebelumnya saya sudah menelpon teman
satu kostan dan teman satu jurusan dengan saya yang kebetulan lagi di Madiun
dan sekalian menjadi penulis kedua dalam paper yang akan ditampilkan pada
seminar internasional di Universitas Muhammadiyah Ponorogo. Asep, begitu sapaan
akrabnya. Beliau sudah mengajak ke Madiun untuk menginap terlebih dahulu di
kediamannya di Madiun.
Sore
sekitar jam 15.15 WIB saya sudah bersiap-siap dan telah memesan ojek online
untuk mengantarkan saya ke stasiun Kiara Condong. Cuaca baru saja hujan dan
angin kencang di Kota Bandung. Sehingga suasana cukup dingin dan kendaraan
banyak yang berjalan merayap. Banar saja, macet terjadi di Kota Bandung.
Berangkat dari Gegerkalong sekitar pukul 15.20 WIB, sampai di Stasiun Kiara
Condong jam 17.40 WIB. Untungnya saya tidak terlambat, dengan kereta
keberangkatan 18.10 WIB.
![]() |
jangan baper ya!! |
Setelah
dalam kereta cukup banyak yang hal-hal yang terjadi, mulai dari bertemu ibu
yang bersama anaknya baru pertama kali naik kereta sehingga salah tempat posisi
duduk. Yang awalnya duduk di bangku tempat saya, setelah saya klarifikasi
dengan tiket, akhirnya si ibu dan anaknya pindah ke kursi didepan saya. Tak
sampai disana, ternyata setelah ada pemuda sepasang (laki-laki dan perempuan)
mengkrarifikasi bahwa itu kursi yang mereka harusnya duduki sesuai dengan
tertera ditiket. Ternyata benar saja, setelah si Ibu memperlihatkan tiketnya,
barulah beliau sadar bahwa dia duduk diseberang kursi saya. Saya duduk
sendirian pada pada baris kursi yang harusnya diduduki dua orang, yang ternyata
kemudian saya ketahui bahwa penumpang diselah saya nanti akan naik dari stasiun
Tasikmalaya. Belum sampai disana cerita di Kereta, tepat di depan saya ada
sepasang (laki-laki dan perempuan) yang kelihatannya masih kuliah sekitar
semestar 4 atau 6 yang kemudian saya ketahui bahwa akan turun di Stasiun
Lempuyangan Yogyakarta. Sepanjang perjalanan mereka hanya asik dengan dunia
mereka sendiri, mungkin seolah dunia milik mereka berdua. Saling rangkul,
saling sandaran bahu, pel*kan, nyanyi-nyanyi engga jelas... Masha Allah. Saya
yang jadi tidak enak (bukan baper ya...hahahhahahaaa). Suatu waktu yang
laki-lakinya menelpon ibunya dan meminta kirimkan pulsa dan kuota dengan bahasa
dan suara yang manja. Ya Allah, saya jadi berpikir.... ini masih minta sama
orang tua, tapi ..... Ah,, sudahlah!!
Setelah
kurang lebih pukul enam pagi, saya tiba di Stasiun Madiun yang tak berapa lama
sudah dijemput oleh Asep. Setelah diajak sarapan, saya langsung menuju rumah
kediaman Asep. Karena cukup lelah diperjalanan, saya langsung istirahat
dikediaman beliau. Selama kurang lebih 3 hari saya berada di Madiun bersama
Asep, dan diajak keliling-keliling Madiun dan sekitarnya. Bertemu dengan
keluarga Asep, Bude, Pak De, calon mertuanya Asep, “Guru spiritualnya” dan
lain-lain yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Pokoke joss lah....
Mangan wae.... (Emang banyak diajak makan kalo disana).
Tepat
pada hari Sabtu, kita bersiap-siap ke Ponorogo yang jarak tempuhnya kurang
lebih 45 menit dari Madiun. Tujuan kita adalah Universitas Muhammadiyah
Ponorogo untuk mengikuti International Seminar on Islamic Education (ISIE2017).
Di seminar nasional ini, pematerinya adalah Prof. Dato, Dr. Abdul Halim Tamuri
Halim (Rektor Kolej Universiti Islam Antarbangsa Selangor Malaysia) dan Prof.
Dr. Ahmad Tafsir, MA (Guru Besar UIN Sunan Gunung Djati Bandung). Saya tidak
akan banyak membahas mengenai Seminar ini, karena mungkin akan saya ulas pada
tulisan berikutnya.
Setelah
selesai mengikuti seminar tersebut, saya diajak Asep dan Ninda (Calon Istrinya
Asep) ke Kabupaten Magetan Jawa Timur.
Ya sekalian jalan-jalan begitu. Setelah menikmati daerah pegunungan, singkat
cerita kami tiba di Madiun dan dikediaman Asep sekitar pukul 19.00 WIB. Pada
malam harinya saya harus bersiap-siap karena besok sekitar jam 02.50 dini hari
harus segera melanjutkan perjalanan ke Malang.
Dari
Madiun saya tidak langsung ke Malang, tapi saya menuju Kepanjen dulu. Ya benar
saja, saya akan menyaksikan pertandingan Arema FC terlebih dahulu. Tepat pukul
07.30 WIB saya sampai di Stadiun Kepanjen dan menginap satu malam di Kepanjen.
Sebanarnya saya sedikit nekat ke Malang, karena belum ada balasan dari
universitas yang saya akan ikuti seminat nasionalnya, apakah paper saya
diterima atau tidak. Akhirnya pagi itu, saya memutuskan untuk menghubungi admin
universitas tersebut yang menyelenggarakan seminar. Dengan santun, admin dari
Univeritas Wisnuwardhana Malang membalas pesan singkat saya bahwa akan
menanyakan terlebih dahulu kepada tim review jurnal dan akan dikabarkan
secepatnya. Dalam pikiran saya ya, paling tidak saya jalan-jalan saja ke Malang
dan menyaksikan pertandingan bola saja apabila paper saya tidak diterima. Pada
siang harinya, saya mendapat kabar dari adminnya, bahwa berita sebenarnya sudah
dikabarkan ke email masing-masing, namun karena lagi ada masalah (gangguan
teknis) dengan sistem email, maka beritanya terlambat di kabarkan. Setelah
kurang lebih 30 menit setelah kabar tersebut, sebuah satu sms (short message service) masuk ke ponsel
saya, yang menyatakan bahwa pesan ini dari tim review jurnal Universitas
Wisnuwardhana, bahwa paper saya diterima dan harap bisa hadir pada hari Selasa,
25 April 2017 di Aula Lantai 2 Universitas Wisnuwardhana.
Senin,
24 April 2017 Pukul 11.00 WIB saya berangkat dari Kepanjen menuju Kota Malang
dengan menggunakan angkutan umum. Untuk sampai ke Kota Malang, saya haru
menaiki dua kali angkutan umum. Setelah sampai di Kota Malang, saya tepat
berhenti di dekat Universitas Negeri Malang (UM) pada sebuah warung makan untuk
mengisi perut yang mulai keroncongan. Setelah makan, saya berjalan sedikit
menuju Jalan Merbabu untuk memesan penginapan yang cukup murah, bersih dan full wifi. Rekomendasi deh, namanya
KAVIE HOSTEL. Cari aja di geogle map, pasti ada kok, pas di depan Taman Merbabu
dan dekat dengan Hutan Kota. Hari Senin ini saya habiskan untuk jalan-jalan
sekitaran Kota Malang dengan jasa ojek online. Beberapa yang saya singgahi
antara lain : museum musik indonesia, Candi Badut, Alun-alun Kota Malang,
alun-alun tugu, Masjid Agung Jami’ Malang (Sekalian sholat Magrib dan Isya di
sana).
Keesokan
harinya, Selasa, 25 April 2017 tepat pukul 11.00 WIB saya sudah bersiap-siap
untuk menuju kampus Wisnuwardhana Malang. Dengan menaiki ojek online, saya
mempuh dan 30 menit kemudian sampai di lokasi. Selepas Sholat Dzuhur dan makan
siang, para pemateri seminar nasional dengan Keynote Speaker : Prof. Dr. Ing.
Wardiman Djojonegoro (Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia tahun
1993-1998). Pemateri : 1) Ir. Abdul Aziz
Hoesein, Dipl. HE., M.EngSC. (Mantan Direktur Pendidikan Guru dan Tenaga Teknis
Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah dan Mantan Deputi Menteri
Negara Pemberdayaan Perempuan. 2) Dr. Imam Ropi’i, SH, MH. (Ka.Prodi Magister
Ilmu Hukum Universitas Wisnuwardhana Malang). Dan tak lupa sambutan hangat dari
Rektor Universitas Wisnuwardhana Malang.
![]() |
Foto Rektor Univ.Wisnuwardhana, Keynote Speaker, dan pemateri Seminar |
Dalam
kegiatan seminar ini memang banyak membahas mengenai buah pikiran Prof.
Wardiman Djojonegoro dan pengalaman masing-masing pemateri tentang keadaan
pendidikan sekarang dan masa zaman Prof. Wardiman. Seminar berlangsung selama
kurang lebih 3 jam. Diakhir acara, peserta bisa mendapatkan buku karya Prof.
Dr. Ing. Wardiman Djojonegoro yang berjudul “SEPANJANG JALAN KENANGAN : Bekerja
dengan Tiga Tokoh Besar” dengan diskon khusus dan gratis bagi pemakalah.
Kesempatan ini tidak saya sia-siakan untuk memiliki buku beliau.
Dalam
bukunya dan saat dipaparkan dalam seminar, Prof. Dr. Ing. Wardiman Djojonegoro yang pernah bekerja bersama tiga tokoh besar Indonesia, yaitu : Ali Sadikin, Suharto dan BJ. Habibie, memiliki beberapa gagasan yang pada masa kepemiminan beliau sangat konsen untuk
memajukan pendidikan di Indonesia. Antara lain, kebijakan link and match (Keterkaitan dan kesepadanan). Dari perspektif ini, link menunjukkan proses, yang berarti
bahwa pendidikan selayaknya sesuai dengan kebutuhan pembangunan, sehingga
hasilnya pun cocok (match) dengan
kebutuhan tersebut. Baik dari segi jumlah, mutu, jenis, kualifikasi, maupun
waktunya. Kebijakan ini dikembangkan untuk meningkatkan relevansi pendidikan
dengan kebutuhan pembangunan umumnya dan denga kebutuhan dunia kerja, dunia
usaha dan dunia industri khususnya. Jadi, esensi dari relevansi adalah upaya
menciptakan keterkaitan dan kesepadanan antara pendidikan dengan pembangunan
(hal.288).
Sebenarnya,
jika kita telaah pada masa itu saja, konsep seperti ini sudah terpikirkan bahwa
sangat pentingnya link and match. Hingga
saat ini pun konsep ini Masih sangat
berlaku pada semua jalur pendidikan, baik itu pada pendidikan formal,
pendidikan nonformal dan pendidikan informal. Pada pendidikan formal, misalnya
SMK harus mampu eksis dan bersaing setelah menyelesaikan studinya, karena
memang idealnya SMK itu diharapkan siap bekerja setelah selesai studi. Pada
pendidikan nonformal, bermunculannya lembaga kurus dan pelatihan (LKP atau LPK)
tentunya diharapkan mempu menjawab kebutuhan masyarakat akan meningkatkan life skill akan keahlian tertentu.
Misalnya kursus menjahit, diharapkan setelah selesai kursus mampu membuka usaha
sendiri atau bisa bekerja pada perusahaan-perusahaan garment yang sesuai dengan
kebutuhan pasar pada saat ini. Pada pendidikan informal, karena ini merupakan
pendidikan keluarga, maka keahlian-keahlian yang yang berasal dari keluarga dan
diajarkan berdasarkan kekeluargaan, misalnya seorang ayah bekerja sebagai
sedain grafis, sang ayah secara otodidak mengajarkan kepada anaknya tentang
desain grafis sehingga anaknya mampu menguasai kemampuan desain dengan baik dan
terus berkembang.
Selain
link and match, Prof. Dr. Ing.
Wardiman Djojonegoro juga memiliki kebijakan yang antara lain agar IKIP
diperluas menjadi Universitas. Ya, mungkin salah satunya adalah kampus saya
saat ini. Yang dahulunya bernama IKIP Bandung, sekarang menjadi Universitas
Pendidikan Indonesia. Selain itu juga, ada pengelolaan wajib belajar sembilan
tahun, memperluas museum nasional, meningkatkan kompetensi SMK, kepedulian
kepada nasib dan martabat guru serta mengeluarkan kebijakan mendirikan sekolah
unggulan di seluruh Indonesia dan beberapa kebijakan lainnya.
Dalam
buku beliau ada sebuah cerita yang membuat beliau ingin menulis bukunya.
Awalnya, Prof. Dr. Ing. Wardiman Djojonegoro tidak mau menulis buku atau biografi
karena beliau tahu bahwa minat baca di Indonesia sangat rendah, sehingga
buku-buku atau biografi hanya akan menjadi penghias di perpustakaan saja.
Bahkan sudah banyak orang yang menyarankan kepada beliau untuk menuangkan
pengalaman dan buah pikiran beliau dalam bentuk tulisan, namun belum disambut
oleh beliau. Hingga pada suatu hari beliau mendapat berita duka. Seorang mantan
rektor sebuah universitas negeri yang besar, bahkan kemudian menjadi Direktur
Jenderal serta Sekretaris Jenderal Depdikbud meninggal dunia (2014). Prof. Dr.
Ing. Wardiman Djojonegoro berkemas berangkat untuk memberikan penghormatan
terakhir kepada Almarhum dan menyampaikan rasa duka kepada keluarga yang
ditinggalkan. Ketika di pemakamana betapa kaget beliau sekaligus prihatin,
karena selain kerabat dan keluarga, beliau tidak melihat seorangpun pejabat dan
mantan pejabat Depdikbud yang hadir. Orang yang beliau nilai telah mengabdi
untuk pendidikan di Indonesia ternyata luput dari perhatian dalam hirup pikuk
kesibukan dunia modern. Mungkin karena kelurga tidak memiliki catatan alamat
para pejabat Depdikbud dan tidak memberitahukan lewat sms.
Selepas
pulang melayat, beliau langsung berpesan kepada sekertarisnya bahwa meminta
dicatat semua alamat dan kontak teman-teman beliau dan kelak bilamana beliau di
panggil menghadap yang Kuasa, buka catatan itu dan kabarkan kepada teman. Hal
ini jugalah yang semakin menguatkan keinginan beliau untuk menuangkan, berbagi
dan menuliskan episode perjalanan beliau dalam sebuah buku. Karena supaya apa
yang telah beliau lalui dan lakukan tidak hilang ditelan zaman dan dapat
menginspirasi yang mambacanya.
Lanjut
ke acara seminar tadi. Setelah selesai acara seminar, Prof. Dr. Ing. Wardiman
Djojonegoro tidak sungkan memberikan tanda tangan di buku yang beliau tulis dan
berfoto dengan yang ingin mengabadikan moment dengan beliau. Saya pun tidak
melewatkan kesempatan ini. Sambil menunggu antrian, saya berbaris rapi di
antara barisan lurus orang yang akan meminta tanda tangan dan berfoto dengan
beliau. Dari barisan tengah, saya melihat beliau dengan hangat sambil menyapa
dan mengobrol ringan dengan orang-orang yang meminta tanda tangan dan berfoto
dengan beliau.
![]() |
Buku yang ditanda tangan langsung penulisnya |
Tiba
saatnya giliran saya maju. Sambil menunjukkan nama dan asal saya pada selembar
kertas, agar bisa beliau tulis saya menghampirinya. Dengan disambut dengan
salaman, saya menyerahkan kertas yang telah ditulis tadi. Betapa cukup kagetnya
beliau mengetahui saya berasal dari Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung
Jawa Barat. Langsung beliau menatap saya dan berkata, “Mau ngapain kok
jauh-jauh kemari?” sambil senyum. Saya pun menjawab, “Iya Prof. Sebelumnya ada
acara di Ponorogo, jadi sekalian ke Malang”. Beliau pun langsung membuka
obrolan dengan saya, “Oh.. Iya Kan kemarin Rektor UPI meninggal dunia kan ya?”
Saya pun juga menjawab dengan sepengetahuan saya. Memang beliau masih terus
memantau dan mengikuti perkembangan dunia pendidikan di Indonesia, sehingga
beliau masih tidak pernah ketinggalan informasi. Tak lupa beliau sedikit
menceritakan kepada saya bahwa dulu UPI itu IKIP Bandung dan berkembang menjadi
Universitas. Dan pertemuan kami ditutup dengan titipan salam beliau kepada
dosen-dosen di UPI Bandung.
Setelah
bertemu beliau, saya sangat beruntung sekali bisa bertatapan langsung bahkan
bisa berbincang-bincang singkat dengan beliau. Orang yang memiliki pengalaman
dan kemampuan yang hebat dalam memajukan pendidikan di Indonesia.
Sepanjang
perjalanan pulang melalui kereta Malang – Bandung, tak lupa saya membaca buku
Prof. Dr. Ing. Wardiman Djojonegoro untuk mengisi waktu-waktu perjalanan saya.
Betapa hebat pemikiran dan pengalaman beliau yang telah lakukan. Dengan membaca
bukunya, saya seperti merasakan dan terlibat didalamnya. Hal ini jugalah yang
membuat saya termotivasi, suatu saat nanti juga akan menulis buku. Semoga saja
apa yang telah Prof. Dr. Ing. Wardiman Djojonegoro lakukan dan dedikasikan
untuk pendidikan di Indonesia dapat bermanfaat dan berguna bagi pembangunan
Bangsa dan tanah air Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar