A.
Konsep Pembelajaran Multikultural
Berdasarkan dari definisi kata, multikultural terdiri dari gabungan
kata multi dan kulturan. Multi berarti lebih dari satu, sedangkan kultural
berarti sesuatu yang terkait dengan kebudayaan kelompok tertentu secara
kebiasaan mereka yang meliputi kepercayaa, tradisi, kesenian dan sebagainya. Sehingga
secara sederhana multikultural dapat diartikan sebagai keberagaman budaya. Istilah
multikultural identik dengan masyarakat yang multikultural. J.S. Furnival menyebutkan
definisi masyarakat multikultural adalah masyarakat yang terdiri dari dua atau
lebih komunitas atau struktur kelembagaan yang berbeda-beda satu sama lainnya. Hal
senada juga dijelaskan oleh Parekh (dikutip dari Azra, 2007) yang menyatakan
bahwa masyarakat multikultural merupakan masyarakat yang terdiri dari beragam
jenis komunitas budaya dengan segala manfaat dan sedikit perbedaan yang ada di
dalam konsepsi dunia, nilai, sistem makna, bentuk organisasi, adat istiadat,
sejarah, serta kebiasaan yang ada.
Pembelajaran multikultural adalah proses pembelajaran yang tidak
bisa terlepas dari unsur-unsur kebudayaan. Sleeter dan Grant (1988) menjelaskan
bahwa pendidikan multikultural adalah kebijakan dalam praktik pendidikan dalam
mengakui, menerima, dan menegaskan perbedaan dan persamaan manusia yang dikaitkan
dengan gender, ras, kelas. Sedangkan Skeel (1995) mendefinisikan pendidikan
multikultural sebagai suatu sikap dalam memandang keunikan manusia denga tanpa
membedakan ras, budaya, jenis kelamin, seks, kondisi jasmaniah atau status
ekonomi seseorang. Dalam konteks pendidikan, pembelajaran multikultural
merupakan Proses interaksi warga belajar/peserta didik dengan pendidik/sumber
belajar dalam lingkungan belajar yang mengandung nilai-nilai kebudayaan, sehinga
peserta didik memperoleh ilmu pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat
serta pembentukan sikap dan kepercayaan diri dalam proses belajar.
B.
Pentingnya Pembelajaran Multikultural
Keanekaragaman
budaya yang ada di masyarakat harus dapat disikapi dengan baik dan benar. Sebagai
seorang pendidik harus dapat menciptakan suasana belajar dalam kebersamaan yang
damai dan harmonis, sehingga dapat menghindari berbagai konflik antar manusia
yang didasari atas prasangka antar ras, antar suku, antar agama dan antar
status sosial. Pandangan komisi Internasional Penanganan konflik, menuntut
pendidikan tidak hanya membekali generasi muda untuk menguasai IPTEK dari
kemampuan bekerja serta memecahkan masalah, melainkan kemampuan untuk hidup
bersama dengan orang lain yang berbeda dengan penuh toleransi, pengertian dan
tanpa prasangka (Hatimah dan Sadri, 2008).
Rasional
tentang pentingnya pendidikan multikultural, karena strategi pendidikan ini
dipandang memiliki keutamaan-keutamaan, terutama dalam : (1) memberi terobosan
baru pembelajaran yang mampu meningkatkan empati dan mengurangi prasangka peserta
didik sehingga tercipta manusia (warga negara) antar budaya yang mampu
menyelesaikan konflik dengan tanpa kekerasan. (2) menerapkan pendekatan dan
strategi pembelajaran yang potensial dalam mengedepankan proses interaksi
sosial dan memiliki kandungan afeksi yang kuat. (3) model pembelajaran
multikultural membantu guru dalam mengelola proses pembelajaran menjadi lebih
efisien dan efektif, terutama memberikan kemampuan peserta didik dalam
membangun kolaborasi dan memiliki komitmen nilai yang tinggi dalam kehidupan
masyarakat yang serba majemuk; (4) memberikan kontribusi bagi bangsa Indonesia
dalam menyelesaikan dan mengelola konflik yang bernuansa SARA yang timbul di
masyarakat dengan cara meningkatkan empati dan mengurangi prasangka.
C.
Strategi Pengelolaan Pembelajaran Multikultural
Pemebelajaran
multikultural tidak lepas dari hakekar pendidikan yang mendasarinya, yaitu
bahwa hakikat pendidikan adalah suatu proses menumbuhkembangkan eksistensi peserta
didik yang memasyarakat, membudaya dalam tata kehidupan yang berdimensi lokal,
nasional dan global.
Dalam
strategi pengolahan pembelajaran multikultural dalam hal ini difokuskan pada
penerapan pembelajaran perdamaian, Hak-hak Asasi Manusia (HAM) dan
demokratisasi.
1.
Pembelajaran
Perdamaian
Javier
Perez (dalam Hatimah dan Sadri, 2008) mengungkapkan bahwa perdamaian harus
dimulai dari diri kita masing-masing. Melalui pemikiran yang tenang yang
sungguh-sungguh tentang maknanya, maka cara-cara baru dan kreatif dapat
ditemukan untuk mengembangkan pengertian, persahabatan dan kerjasama antar sesame
manusia.
Strategi
yang dapat digunakan dalam pembelajaran perdamaian di dalam kelas adalah
strategi introspektif dan interaksi sosial yang positif. Strategi introspektif
yaitu cara untuk menumbuhkan kesadaran bagi peserta didik untuk berani
mengoreksi dirinya sendiri tentang kegiatan/perbuatan yang sudah dilakukan. Melalui
introspeksi, peserta didik diharapkan berani untuk menilai dirinya sendiri
sehingga dapat memilih kegiatan-kegiatan apa saja yang dapat menumbuhkan sikap
saling menghargai, saling toleransi antar peserta didik, sekalipun diantara
mereka mempunyai keanekaragaman budaya.
2.
Pembelajaran
Hak Asasi Manusia (HAM)
Strategi
untuk mempelajari nilai-nilai inti yang berhubungan dengan hak-hak asasi
manusia adalah (a) belajar tentang hak asasi manusi. Belajar tantang
nilai-nilai inti hak-hak asasi manusia melibatkan belajar tentang
dokumen-dokumen inti internasional tentang hak-hak asasi manusia,
pengertian-pengertian utama (hak-hak sipil dan politik, hak-hak sosial dan
ekonomi, perlakuan yang adil, sesuai dengan tindakan hokum), daftar nilai-nilai
inti, menjelajahi pelanggaran hak-hak asasi manusia melalui studi kasus
perorangan. (b) belajar bagaimana memperjuangkan hak-hak asasi manusia. Belajar
tentang nilai-nilai inti yang berhubungan dengan hak-hak asasi manusia
memerlukan pengetahuan yang relevan, pengembangan dan praktek ketrampilan yang
diperlukan untuk membela dan promosi nilai-nilai. Hal ini meliputi pengembangan
ketrampilan komunikasi, ketrampilan bekerjasama, perundingan, dan pengambilan
keputusan. (c) belajar melalui pelaksanaan hak-hak asasi manusia. Pengetahuan
dan ketrampilan yang dipelajari tentang nilai itu perlu diperkuat melalui
hakikat dari lingkungan ruangan kelas, kualitas hubungan antar pribadi dan
metode pembelajaran harus menciptakan penghargaan intrinsic pada hak-hak
peserta didik dan pendidik.
3.
Demokrasi
Pembelajaran
untuk demokrasi pada hakikatnya adalah untuk mengembangkan eksistensi manusia
dengan jalan mengilhaminya dalam pengertian martabat dan persamaan, saling
percaya, toleransi, penghargaan pada kepercayaan dan kebudayaan orang lain,
penghormatan pada individu, oeran aktif dalam semua aspek kehidupan sosial,
kebebasan berekspresi, kepercayaan dan beribadat. Apabila hal-hal tersebut
sudah ada, maka dapat digunakan untuk mengembangkan pengambilan keputusan yang
efektif, demokratis pada semua tingkatan yang akan mengarah pada kewajaran,
keadilan dan perdamaian.
Untuk
menciptakan demokrasi, dapat digunakan berbagai strategi, yaitu : (a) etos
demokrsi harus berlaku di tempat pembelajaran baik di sekolah maupun di luar
sekolah. (b) pembelajaran untuk demokrasi berlangsung secara berlanjut. Secara
tepat harus diperkenalkan di semua jenjang dan bentuk pendidikan melalui
pendekatan terpadu. Penafsiran demokrasi harus sesuai dengan berbagai konteks
sosiobudaya, ekonomis dan evolusinya.
Referensi :
Hatimah & Sadri. 2008. Pembelajaran Berwawasan Kemasyarakatan.
Jakarta : Universitas Terbuka
Sleeter & Grant. 1988. Making Choices for Multicultural
Education: Five Approaches to Race, Class, and Gender. California : Merrrill
0 komentar:
Posting Komentar